Perubahan Kewenangan Pejabat Pengadaan Berdasarkan Perpres 4 Tahun 2015

Perubahan Kewenangan Pejabat Pengadaan Berdasarkan Perpres 4 Tahun 2015 - Hallo sahabat Kabar Berita Takabur, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Perubahan Kewenangan Pejabat Pengadaan Berdasarkan Perpres 4 Tahun 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Perubahan Kewenangan Pejabat Pengadaan Berdasarkan Perpres 4 Tahun 2015
link : Perubahan Kewenangan Pejabat Pengadaan Berdasarkan Perpres 4 Tahun 2015

Baca juga


    Perubahan Kewenangan Pejabat Pengadaan Berdasarkan Perpres 4 Tahun 2015



    Pengadaan.web.id - Perpres Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah telah diadakan beberapa kali perubahan guna memperbaiki sistem pengadaan itu sendiri, baik dari mulai perubahan definisi pejabat pengadaan hingga penerapan teknologi informasi dalam proses lelang. Kali ini yang akan kita bahas adalah mengenai perubahan definisi pejabat pengadaan berdasarkan Perpres 4 tahun 2015 yang secara otomatis akan merubah kewenangan dan juga tugas para pejabat pengadaan. Berdasarkan Perpres 54/ 2010, pejabat pengadaan adalah personil yang memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa yang melaksanakan pengadaan barang/ jasa. Sedangkan menurut Pepres 70/ 2012 pejabat pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan pengadaan langsung.

    Apa itu pengadaan langsung? Pengadaan langsung adalah pengadaan barang/jasa langsung kepada penyedia barang/jasa, tanpa melalui pelelangan/ seleksi/penunjukan langsung. Berdasarkan pasal 39 Perpres 70/2012, pengadaan langsung dapat dilakukan terhadap Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai maksimal Rp200.000.000,00 dan ketentuan sebagai berikut:
    • kebutuhan operasional K/L/D/I;
    • teknologi sederhana;
    • risiko kecil; dan/atau
    • dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha orang-perseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi kecil. Sedangkan untuk pengadaan jasa konsultansi pengadaan langsung digunakan untuk nilai sampai dengan lima puluh juta rupiah.

    Pejabat Pengadaan dalam SKPD

    Paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 dapat dilaksanakan oleh Kelompok Kerja ULP atau Pejabat Pengadaan. Demikian juga Paket Pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp50.000.000,00 dapat dilaksanakan oleh Kelompok Kerja ULP atau Pejabat Pengadaan. Pengadaan Langsung ini dilaksanakan oleh satu orang Pejabat Pengadaan.

    Setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pasti mempunyai pejabat pengadaan. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak pekerjaan yang dilaksanakan dengan nilai yang relatif kecil. Sehingga dalam proses pengadaannya tidak diperlukan pelelangan/ seleksi. Pejabat pengadaanlah yang menetapkan penyedia barang/jasa untuk pengadaan langsung.

    Pada saat itulah peran pejabat pengadaan menjadi penting. Karena urgensinya yang sangat tinggi itu, maka Perpes mengamanatkan bahwa untuk dapat diangkat sebagai pejabat pengadaan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. memiliki integritas, disiplin, dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;
    2. memahami pekerjaan yang akan diadakan;
    3. memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan yang bersangkutan;
    4. memahami isi dokumen, metode dan prosedur Pengadaan;
    5. memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/ Jasa sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan; dan
    6. menandatangani Pakta Integritas.

    Perubahan Kewenangan Pejabat Pengadaan

    Berdasarkan Perpres 4 tahun 2015 -sebuah peraturan yang dinilai banyak pihak sebagai aturan yang akan mendorong pengadaan barang dan jasa akan berjalan secara efektif dan efisen- ada perubahan mengenai pengertian pejabat pengadaan. Pasal 1 ayat 9 mengatakan bahwa yang disebut pejabat pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan E-Purchasing.

    Untuk memudahkan pemahaman mengenai pejabat pengadaan, berikut ini disampaikan matriks perbedaan tersebut.

    Matriks Perbedaan Definisi Pejabat Pengadaan



    Jika kita cermati, ada kewenangan yang ditambahkan kepada pejabat pengadaan yaitu:

    • Pengadaan barang/ pekerjaan konstruksi/ jasa lainnya sampai dengan Rp 200 juta dan konsultan s/d 50jt dengan metode pemilihan penyedia yaitu penunjukan langsung ;
    • Pengadaan barang/jasa dengan e-purchasing tanpa ada batasan nilai rupiahnya.

    Baca juga: PL. Manakah yang benar Pemilihan Langsung, Penunjukan Langsung ataukah Pengadaan Langsung?

    Selama ini pejabat pengadaan sudah terbiasa dengan metode pengadaan langsung. Jika di dalam Perpres 4 tahun 2015 ditambahkan dengan penunjukan langsung dengan batasan nilai yang sama dengan pengadaan langsung, hal itu tidak akan menjadi persoalan yang serius. Karena selama ini pejabat pengadaan aman-aman saja dengan pemilihan penyedia yang sudah dilakukan sebelumnya. Namun akan menjadi persoalan ketika pejabat pengadaan juga diberi kewenangan untuk pengadaan dengan cara e-purchasing dengan tanpa batasan nilai.

    Pelaksanaan Tugas Pejabat Pengadaan dalam Sistem E-Purchasing

    Banyak yang salah mengartikan bahwa pengadaan secara elektronik (e-procurement) adalah yang menggunakan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE). Sejatinya, istilah e-procurement adalah pengadaan barang/jasa yang dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

    Pengadaan secara elektronik terdiri dari dua jenis yaitu e-tendering dan e-purchasing. E-tendering adalah tata cara pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan satu kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan. Dan E-tendering inilah yang secara umum menggunakan SPSE. Sedangkan e-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik. Katalog elektronik atau e-catalogue adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah.

    Lalu apa tugas dari pejabat pengadaan jika dalam proses pengadaan barang/jasa tidak diperlukan evaluasi penawaran dan kualifikasi?. Tentunya tugas dari pejabat pengadaan adalah melaksanakan sistem dalam aplikasi e-purchasing. Dan jika kebutuhan akan barang/jasa tersedia dalam katalog elektronik, maka K/L/D/I wajib melakukan pengadaan barang dan jasa dengan e-purchasing.

    Seiring pemahaman para penyedia/rekanan mengenai e-purchasing, secara otomatis barang/jasa yang tersedia di dalam e-katalog pun semakin bervariasi atau semakin bertambah. Dengan begitu, persaingan usaha semakin sehat. Hal ini merupakan perkembangan yang bagus untuk percepatan proses pengadaan barang dan jasa. Namun hal ini harus diikuti dengan tata laksana yang tepat.

    Berikut ini disampaikan beberapa fakta yang terjadi di lapangan ketika seorang pejabat pengadaan dengan menggunakan sistem e-purchasing.
    1. Secara umum yang menjadi pejabat pengadaan adalah pegawai golongan II dan kedudukannya sebagai pelaksana. Secara struktural pejabat pengadaan yang dipegang oleh pegawai ini memiliki kedudukan yang tidak selevel dengan posisi lain dalam pengelola keuangan satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Hal ini membawa dampak yang cukup serius baik secara substansi maupun psikologi. Secara langsung pejabat pengadaan akan merasa dibawah pengaruh atasan langsungnya maupun PPK ketika akan memutuskan untuk melaksanakan kewenangannya sehubungan dengan penunjukan langsung maupun terutama e-purchasing;
    2. Selama ini pejabat pengadaan identik dengan pengadaan langsung dimana langsung berhadapan dengan barangnya. Disitu kelihatan bentuk dan wujud barang/jasanya. Disamping nilainya yang signifikan tidak besar, pejabat pengadaan sudah nyaman dengan penyedia barang jasa yang lazim ditemuinya. Jika pengadaan dengan cara e-purchasing, maka seakan-akan pejabat pengadaan berhadapan dengan makhluk yang entah berapa dimana barangnya. Hal ini memunculkan permasalahan psikologis yang lain mengenai bagus tidaknya kondisi barang tersebut;
    3. Tanda bukti perjanjian untuk e-purchasing berupa surat pesanan. Perpes baru menyatakan bahwa cukup surat pesanan sudah bisa menjadi tanda bukti perjanjian. Jika demikian apakah surat pesanan itu merupakan perikatan antara pejabat pengadaan dengan penyedia?;
    4. e-purchasing dengan nilai sampai dengan dua ratus juta rupiah menjadi wewenang pejabat pengadaan;
    5. e-purchasing dengan nilai diatas dua ratus juta rupiah menjadi kewenangan PPK.


    Demikianlah Artikel Perubahan Kewenangan Pejabat Pengadaan Berdasarkan Perpres 4 Tahun 2015

    Sekianlah artikel Perubahan Kewenangan Pejabat Pengadaan Berdasarkan Perpres 4 Tahun 2015 kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

    Anda sekarang membaca artikel Perubahan Kewenangan Pejabat Pengadaan Berdasarkan Perpres 4 Tahun 2015 dengan alamat link https://beritaharini9.blogspot.com/2016/10/perubahan-kewenangan-pejabat-pengadaan.html

    Related Posts :