WAJIB BACA! Mohammad Monib, Seorang Intelektual Muslim: Saya Butuh Manajer Birokrasi Bukan Imam Sholat

WAJIB BACA! Mohammad Monib, Seorang Intelektual Muslim: Saya Butuh Manajer Birokrasi Bukan Imam Sholat - Hallo sahabat Kabar Berita Takabur, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul WAJIB BACA! Mohammad Monib, Seorang Intelektual Muslim: Saya Butuh Manajer Birokrasi Bukan Imam Sholat, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : WAJIB BACA! Mohammad Monib, Seorang Intelektual Muslim: Saya Butuh Manajer Birokrasi Bukan Imam Sholat
link : WAJIB BACA! Mohammad Monib, Seorang Intelektual Muslim: Saya Butuh Manajer Birokrasi Bukan Imam Sholat

Baca juga


    WAJIB BACA! Mohammad Monib, Seorang Intelektual Muslim: Saya Butuh Manajer Birokrasi Bukan Imam Sholat




    Berita Metropolitan – Hampir setiap menjelang pemilihan pemimpin

    (pemilu dan pilkada), kerap kali beredar isu-isu miring yang melekat

    pada para calon pemimpin, mulai dari isu-isu sensitif seperti neoliberal

    dari segi ekonomi, antek partai terlarang, rasis, atau latar belakang

    keyakinan agama.




    Dalam konteks Pilkada DKI 2017, isu yang sangat santer berkecamuk

    adalah SARA (suku, agama, ras dan antargolongan). Hal ini karena salah

    satu calon, yakni petahana Basuki Tjahaja Purnama (ahok) dari latar

    belakang etnis dan agama minoritas.


    Berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat, Ahok banyak diserang

    karena latar belakang agamanya. Namun, hal ini tak berlaku bagi

    intelektual Muslim Mohammad Monib.


    Murid almarhum Nurcholis Madjid ini mempunyai alasan tersendiri mengenai pemimpin non-Muslim yang memerintah umat Islam.


    Baginya, non-Muslim boleh menjadi pemimpin selama dia tidak

    memushi Islam, apalagi dia sebagai warga negara yang sah dan berhak

    untuk mencalonkan dirinya sebagai pemimpin.


    Mendukung Ahok


    Direktur Indonesian Conference on Religions and Peace (ICRP)

    Mohammad Monib menjelaskan jika ayat yang mengharamkan pemimpin

    non-Muslim itu memiliki asbabun nuzul (sebab turunnya suatu ayat) yang lekat dengan konteks sosio-politik saat itu.


    "Ahok bekerja dengan baik dan terlihat hasilnya. Banyak

    programnya yang tidak dilakukan oleh gubernur Muslim sebelumnya," kata

    Monib kepada Rimanews ditemui di kediamannya, Rabu (06/10/2016) malam.


    Terkait kesantunan Ahok yang dikritik banyak pihak, alumni Gontor

    yang tengah merintis sebuah pondok pesantren untuk kaum dhuafa ini

    mengatakan jika bekas bupati Belitung Timur itu tidak bicara kasar

    kepada orang-orang baik. "Ada konteksnya," jelasnya.


    Monib mendukung Ahok juga karena keyakinannya bahwa Ahok tak akan

    mengusir pribumi dari Jakarta, termasuk tidak berlaku diskriminatif.


    "Biar program-program yang sudah baik bisa dilanjutkan; biar preman-preman politik dan birokrasi ada lawan tandingnya,' ujarnya.


    Ahok,

    menurut pria asal Madura ini, sudah mengajari publik tentang

    transparansi dalam birokrasi. "Bekerja untuk publik dan cukup bersih

    dari korupsi. Saya butuh manajer birokrasi dan pelayan publik, bukan

    imam shalat," katanya.

    Dalam memilih pemimpin, dia mengimbau masyarakat untuk berpijak

    kepada konstitusi UUD 45, yang memberikan hak kepada semua warga negara

    yang bisa melewati prosedur birokrasi untuk berkompetisi dalam

    kepemimpinan. Menurutnya, bangsa ini bukan hanya milik orang Islam, tapi

    milik bersama.


    "Saya lelah melihat politisi dan birokrasi seiman nyolong dan

    garong uang rakyat. Saya otonom dalam pemikiran agama, etika dan jalan

    hidup. Kelak saya mandiri di hadapan Allah. Karenanya, saya wajib

    mandiri dalam menentukan jalan hidup," katanya.


    Polemik al-Maidah ayat 51

    Baru-baru ini, publik dibuat geger oleh pernyataan Ahok terkait

    surat al-Maidah ayat 51 yang sering dijadikan argumen untuk melarang

    non-Muslim menjadi pemimpin. Menurut Monib, masyarakat harus cerdas

    dalam memahami makna dengan melihat historisitas ayat tersebut

    diturunkan.


    "Bagi saya, konteks ayat yang digunakan kan clear. Saat itu habis

    perang Uhud (22 Maret 625 M); penduduk Madinah mengalami kegoncangan,

    Islam kalah, sebagian orang Islam sangat terancam, kemudian mereka

    menyelamatkan diri, bagaimana caranya? Ada yang berfikir mencari

    penyelamatan, berkoalisi dengan kaum Quraisy, ada yang berpikir dengan

    Yahudi, sementara yahudi itu melakukan banyak pelanggaran. Jadi,

    al-Quran mengkritik (pemimpin non-Muslim, red) itu adalah ga ada.

    Sehingga, bagi saya, kritik terhadap Ahok tidak serta-merta (dapat

    dipakai untuk konteks Ahok, red), karena bagi saya Ahok tidak memusuhi

    Islam," jelasnya.


    Monib menilai tidak sepatutnya kepemimpinan dilihat dari

    identitas agama. "Saya lebih butuh kepada orang yang menjalankan

    prinsip-prinsip kebenaran universal dibandingkan dari sekadar apa yang

    disebut saya 'islam minimalis' itu, sekedar baca syahadat. Jadi bagi

    saya gak ada masalah (dengan pemimpin non-Muslim, red)," katanya.


    Monib pun mengutarakan kekecewaan kepada sejumlah politisi yang

    dari luar tampak saleh, tetapi tak mampu menanggalkan perilaku koruptif.


    "Secara khusus, saya kecewa; temen-temen saya, Anas Urbaningrum

    (mantan Ketum Demokrat) saya kenal baik, Fuad Amin (Kyai dan Mantan

    Bupati Bangkalan). Di departemen agama itu korupsinya luar biasa. Jadi,

    bagi saya kalau ada orang yang bisa saya percaya sampai detik ini

    antikorupsi, bersih, ya Ahok ini," ujarnya.


    Mengapa bukan yang lain?


    Monib mempunyai penilaian khusus tentang petarung lain di Pilkada

    DKI 2017. Sebagaimana diketahui, pasangan lain yang bakal menantang

    Ahok-Djarot adalah Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan Agus Harimurti

    Yudhoyono dan Sylviana Murni.


    Terkait Anies, Monib mengaku mengenalnya secara pribadi sebagai

    civitas Universitas Paramadina, jauh sebelum namanya moncer di media.


    "Anies gak ada prestasinya, di paramadina, di kementrian juga

    tidak ada prestasinya, orang dia batu loncat dan orang yang sangat

    pragmatis. Ahok saya lihat bekerja dan saya tidak peduli degan iman dia,

    yang penting dia bekerja dengan prinsip-prinsip sebagai profesional

    sebagai gubernur, masjid-masjid dia bangun dan sebagainya," terangnya.


    Menurut Monib, nama Anies tiba-tiba melambung bukan karena hasil

    kerja keras sendiri. "Anies itu hanya penjual kalimat yang indah,

    tertata bagus dan wajah yang menawan, orang terpukau; sudah itu saja,"

    jelasnya.


    Tentang Agus, Monib mengaku masih belum percaya. "Saya tahu

    Sandiaga Uno, dan juga Agus misalnya, belum percaya. Ya kalau mau

    dipercaya, buktikan kalau begitu. Kenapa saya musti membuktikan kalau

    saya masih melihat Ahok bekerja?" pungkasnya.(rimanews.com)






    Demikianlah Artikel WAJIB BACA! Mohammad Monib, Seorang Intelektual Muslim: Saya Butuh Manajer Birokrasi Bukan Imam Sholat

    Sekianlah artikel WAJIB BACA! Mohammad Monib, Seorang Intelektual Muslim: Saya Butuh Manajer Birokrasi Bukan Imam Sholat kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

    Anda sekarang membaca artikel WAJIB BACA! Mohammad Monib, Seorang Intelektual Muslim: Saya Butuh Manajer Birokrasi Bukan Imam Sholat dengan alamat link https://beritaharini9.blogspot.com/2016/10/wajib-baca-mohammad-monib-seorang.html

    Related Posts :